Problema keluarga sehubungan dengan pembagian harta
waris atau pusaka, akan bertambah rumit manakala diantara para ahli waris ingin
menguasai harta peninggalan, sehingga berdampak merugikan orang lain.
Tak ayal, permusuhan antara satu dengan lainnya sulit
dipadamkan. Akhirnya solusi yang ditawarkan dalam pembagian waris tersebut
ialah dengan dibagi sama rata. Atau ada juga yang menyelesaikannya di meja
pengadilan dan upaya lainnya.
Sebagai kaum Muslimin, sesungguhnya untuk
menyelesaikan permasalahan waris ini, sehingga persaudaraan di dalam keluarga
tetap terjaga dengan baik, maka tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sinilah penulis ingin
menyampaikan perkara ini. Meski singkat, kami berharap semoga bermanfaat.
SIAPAKAH YANG BERWENANG MEMBAGI HARTA WARIS?
Adapun yang berwenang membagi harta waris atau yang menentukan bagiannya yang berhak mendapatkan dan yang tidak, bukanlah orang tua anak, keluarga atau orang lain, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia-lah yang menciptakan manusia, dan yang berhak mengatur kebaikan hambaNya.
Adapun yang berwenang membagi harta waris atau yang menentukan bagiannya yang berhak mendapatkan dan yang tidak, bukanlah orang tua anak, keluarga atau orang lain, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena Dia-lah yang menciptakan manusia, dan yang berhak mengatur kebaikan hambaNya.
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ
حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka
untuk) anak-anakmu. Yaitu, bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian
dua orang anak perempuan…”[An-Nisa : 11]
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي
الْكَلَالَةِ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah).
Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, (yaitu) jika
seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan…” [An-Nisa : 176]
Sebab turun ayat ini, sebagaimana diceritakan oleh
sahabat Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, apa yang harus
aku lakukan dengan harta yang kutinggalkan ini”? Lalu turunlah ayat An-Nisa
ayat 11. Lihat Fathul Baari 8/91, Shahih Muslim 3/1235, An-Nasa’i Fil Kubra
6/320
Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu berkata, datang
isteri Sa’ad bin Ar-Rabi’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan membawa dua putri Sa’ad. Dia (isteri Sa’ad) bertanya :”Wahai Rasulullah,
ini dua putri Sa’ad bin Ar-Rabi. Ayahnya telah meninggal dunia ikut perang
bersamamu pada waktu perang Uhud, sedangkan pamannya mengambil semua hartanya,
dan tidak sedikit pun menyisakan untuk dua putrinya. Keduanya belum menikah….”.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allahlah yang akan memutuskan
perkara ini”. Lalu turunlah ayat waris.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil paman
anak ini, sambil bersabda : “Bagikan kepada dua putri Sa’ad dua pertiga bagian,
dan ibunya seperdelapan Sedangkan sisanya untuk engkau”[Hadits Riwayat Ahmad,
3/352, Abu Dawud 3/314, Tuhwatul Ahwadzi 6/267, dan Ibnu Majah 2/908,Al-Hakim
4/333,Al-Baihaqi 6/229. Dihasankan oleh Al-Albani. Lihat Irwa 6/122]
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah, bahwa yang
berwenang dan berhak membagi waris, tidak lain hanyalah Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Bahkan Allah mempertegas dengan firmanNya فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ (ini
adalah ketetapan dari Allah), dan firmanNya تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ (itu adalah
ketentuan Allah). Lihat surat An Nisa` ayat 11,13 dan 176.
Ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sangat
tepat dan satu-satunya cara untuk menanggulangi problema keluarga pada waktu
keluarga meninggal dunia, khususnya dalam bidang pembagian harta waris, karena
pembagian dari Allah Jalla Jalaluhu pasti adil. Dan pembagiannya sudah jelas
yang berhak menerimanya..Oleh sebab itu, mempelajari ilmu fara’idh atau
pembagian harta pusaka merupakan hal yang sangat penting untuk menyelesaikan
perselisihan dan permusuhan di antara keluarga, sehingga selamat dari memakan
harta yang haram.
Berikutnya, Allah Jalla Jalaluhu menentukan pembagian
harta waris ini untuk kaum laki-laki dan perempuan. Allah berfirman.
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian
yang telah ditetapkan” [An-Nisa : 7]
Dalil pembagian harta waris secara terperinci dapat
dibaca dalam surat An-Nisa ayat 11-13 dan 176.
BARANG YANG DIANGGAP SEBAGAI PENINGGALAN HARTA WARIS
Dalam ilmu fara’idh, terdapat istilah At-Tarikah. Menurut bahasa, artinya barang peninggalan mayit. Adapun menurut istilah, ulama berbeda pendapat. Sedangkan menurut jumhur ulama ialah, semua harta atau hak secara umum yang menjadi milik si mayit. Lihat Fiqhul Islam Wa Adillatih 8/270.
Dalam ilmu fara’idh, terdapat istilah At-Tarikah. Menurut bahasa, artinya barang peninggalan mayit. Adapun menurut istilah, ulama berbeda pendapat. Sedangkan menurut jumhur ulama ialah, semua harta atau hak secara umum yang menjadi milik si mayit. Lihat Fiqhul Islam Wa Adillatih 8/270.
Muhammad bin Abdullah At-Takruni berkata : “At-Tarikah
ialah, segala sesuatu yang ditinggalkan oleh mayit, berupa harta yang ia
peroleh selama hidupnya di dunia, atau hak dia yang ada pada orang lain,
seperti barang yang dihutang, atau gajinya, atau yang akan diwasiatkan, atau
amanatnya, atau barang yang digadaikan, atau barang baru yang diperoleh sebab
terbunuhnya dia, atau kecelakaan berupa santunan ganti rugi. Lihat kitab
Al-Mualim Fil Fara’idh hal.119
Adapun barang tidak berhak diwaris, diantaranya:
1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan yang khusus bagi dirinya, atau pemberian suami kepada isterinya semasa hidupnya. Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/429
1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan yang khusus bagi dirinya, atau pemberian suami kepada isterinya semasa hidupnya. Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/429
2. Harta yang telah diwakafkan oleh mayit, seperti
kitab dan lainnya. Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta
16/466
3. Barang yang diperoleh dengan cara haram, seperti
barang curian, hendaknya dikembalikan kepada pemiliknya, atau diserahkan kepada
yang berwajib. Lihat keterangannya di dalam kitab Al-Muntaqa Min Fatawa, Dr
Shalih Fauzan 5/238
Semua barang peninggalan mayit bukan berarti mutlak
menjadi milik ahli waris, karena ada hak lainnya yang harus diselesaikan
sebelum harta peninggalan tersebut dibagi. Hak-hak yang harus diselesaikan
sebelum harta waris tersebut dibagi ialah sebagai berikut.
1. Mu’nat Tajhiz Atau Perawatan Jenazah
Kebutuhan perawatan jenazah hingga penguburannya. Misalnya meliputi pembelian kain kafan, upah penggalian tanah, upah memandikan, bahkan perawatan selama dia sakit. Semua biaya ini diambilkan dari harta si mayit sebelum dilakukan hal lainnya. Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ (Dan kafanillah dia dengan dua pakaianya). [Hadits Riwayat Bukhari 2/656, Muslim 2/866] Maksudnya, peralatan dan perawatan jenazah diambilkan dari harta si mayit.
Kebutuhan perawatan jenazah hingga penguburannya. Misalnya meliputi pembelian kain kafan, upah penggalian tanah, upah memandikan, bahkan perawatan selama dia sakit. Semua biaya ini diambilkan dari harta si mayit sebelum dilakukan hal lainnya. Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ (Dan kafanillah dia dengan dua pakaianya). [Hadits Riwayat Bukhari 2/656, Muslim 2/866] Maksudnya, peralatan dan perawatan jenazah diambilkan dari harta si mayit.
2. Al-Huquq Al-Muta’aliqah Bi Ainit Tarikah Atau
Hak-Hak Yang Berhubungan Dengan Harta Waris.
Misalnya barang yang digadaikan oleh mayit, hendaknya diselesaikan dengan menggunakan harta si mayit, sebelum hartanya di waris. Bahkan menurut Imam Syafi’i, Hanafi dan Malik. Didahulukan hak ini sebelum kebutuhan perawatan jenazah, karena berhubungan dengan harta si mayit. Lihat Fiqhul Islami wa Adillatihi 8/274. Tas-hil Fara’idh, 9. Dalilnya ialah, karena perkara ini termasuk hutang yang harus diselesaikan oleh si mayit sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 12, yaitu : “Sesudah dibayar hutangnya”.
Misalnya barang yang digadaikan oleh mayit, hendaknya diselesaikan dengan menggunakan harta si mayit, sebelum hartanya di waris. Bahkan menurut Imam Syafi’i, Hanafi dan Malik. Didahulukan hak ini sebelum kebutuhan perawatan jenazah, karena berhubungan dengan harta si mayit. Lihat Fiqhul Islami wa Adillatihi 8/274. Tas-hil Fara’idh, 9. Dalilnya ialah, karena perkara ini termasuk hutang yang harus diselesaikan oleh si mayit sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 12, yaitu : “Sesudah dibayar hutangnya”.
3. Ad-Duyun Ghairu Al-Muta’aliqah Bit Tarikah Atau
Hutang Si Mayit
Apabila si mayit mempunyai hutang, baik yang behubungan dengan berhutang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti membayar zakat dan kafarah, atau yang berhubungan dengan anak Adam, seperti berhutang kepada orang lain, pembayaran gaji pegawainya, barang yang dibeli belum dibayar, melunasi pembayaran, maka sebelum diwaris, harta si mayit diambil untuk melunasinya. Dalilnya ialah.
Apabila si mayit mempunyai hutang, baik yang behubungan dengan berhutang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti membayar zakat dan kafarah, atau yang berhubungan dengan anak Adam, seperti berhutang kepada orang lain, pembayaran gaji pegawainya, barang yang dibeli belum dibayar, melunasi pembayaran, maka sebelum diwaris, harta si mayit diambil untuk melunasinya. Dalilnya ialah.
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ
“Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi madharat (kepada ahli waris)”.
[An-Nisa : 12]
4. Tanfidzul Wasiyyah Atau Menunaikan Wasiat
Sebelum harta diwaris, hendaknya diambil untuk menunaikan wasiat si mayit, bila wasiat itu bukan untuk ahli waris, karena ada larangan hal ini, dan bukan wasiat yang mengandung unsur maksiat, karena ada larangan mentaati perintah maksiat. Wasiat ini tidak boleh melebihi sepertiga, karena merupakan larangan. Dalilnya, lihat surat An-Nisa ayat 12 yaitu : “Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat”.
Sebelum harta diwaris, hendaknya diambil untuk menunaikan wasiat si mayit, bila wasiat itu bukan untuk ahli waris, karena ada larangan hal ini, dan bukan wasiat yang mengandung unsur maksiat, karena ada larangan mentaati perintah maksiat. Wasiat ini tidak boleh melebihi sepertiga, karena merupakan larangan. Dalilnya, lihat surat An-Nisa ayat 12 yaitu : “Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat”.
Jika empat perkara di ats telah ditunaikan, dan
ternyata masih ada sisa hak milik si mayit, maka itu dinamakan Tarikah atau
bagian bagi ahli waris yang masih hidup. Dan saat pembagian harta waris, jika
ada anggota keluarga lainnya yang tidak mendapatkan harta waris ikut hadir,
sebaiknya diberi sekedarnya, agar dia ikut merasa senang, sebagaimana firman
Allah dalam surat An-Nisa ayat 8.
BAGAIMANA MENENTUKAN YANG BERHAK MENERIMA HARTA WARIS?
Sebelum harta peninggalan si mayit diwaris, hendaknya diperhatikan perkara-perkara dibawah ini.
Sebelum harta peninggalan si mayit diwaris, hendaknya diperhatikan perkara-perkara dibawah ini.
1. Al-Muwarrits (orang yang akan mewariskan hartanya)
dinyatakan telah mati, bukan pergi yang mungkin kembali, atau hilang yang
mungkin dicari.
2. Al-Waritsun wal Waritsat (ahli waris), masih hidup pada saat kematiannya Al-Muwarrits
3. At-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah disisakan untuk kepentingan si mayit.
4. Hendaknya mengerti Ta’silul Mas’alah, yaitu angka yang paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-suku bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat. Adapun caranya.
2. Al-Waritsun wal Waritsat (ahli waris), masih hidup pada saat kematiannya Al-Muwarrits
3. At-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah disisakan untuk kepentingan si mayit.
4. Hendaknya mengerti Ta’silul Mas’alah, yaitu angka yang paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-suku bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat. Adapun caranya.
a. Jika ahli waris memiliki bagian ashabah, tidak ada
yang lain, maka ta’silul mas’alahnya menurut jumlah yang ada ; yaitu laki-laki
mendapat dua bagian dari bagian wanita.
Misalnya : Mayit meninggalkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Maka angka ta’silul mas’alahnya 3, anak laki-laki = 2 dan anak perempuan =1.
Misal lain : Mayit meninggalkan 5 anak laki-laki, maka angka aslul mas’alahnya 5, maka setiap anak laki-laki = 1
Misalnya : Mayit meninggalkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Maka angka ta’silul mas’alahnya 3, anak laki-laki = 2 dan anak perempuan =1.
Misal lain : Mayit meninggalkan 5 anak laki-laki, maka angka aslul mas’alahnya 5, maka setiap anak laki-laki = 1
b. Jika ahli waris ashabul furudh hanya seorang, yang
lain ashabah, maka ta’silul mas’alahnya angka yang ada.
Misalnya : Mayit meninggalkan isteri dan anak laki-laki. Maka angka ta’silul mas’alahnya 8, karena isteri mendapatkan 1/8, yang lebihnya untuk anak laki-laki; isteri = 1 dan anak laki-laki = 7
Misalnya : Mayit meninggalkan isteri dan anak laki-laki. Maka angka ta’silul mas’alahnya 8, karena isteri mendapatkan 1/8, yang lebihnya untuk anak laki-laki; isteri = 1 dan anak laki-laki = 7
c. Jika ahli waris yang mendapatkan ashabul furudh
lebih dari satu, atau ditambah ashabah, maka dilihat angka pecahan setiap ahli
waris, yaitu : ½, ¼, 1/6, 1/8, 1/3. 2/3.
c.1. Jika sama angka pecahannya (المماثلة ), seperti 1/3, 1/3, maka ta’silul masalahnya diambil salah satu, yaitu angka 3
c.2. Jika pecahan satu sama lain saling memasuki ( المداخلة ), , maka ta’silul masalahnya angka yang besar, seperti ½, 1/6, ta’silul masalahnya 6, 1/6 dari 6 = 1, sedangkan ½ dari 6 = 3
c.3. Jika pecahan satu sama lain bersepakat (الـمتوافقة ) maka ta’silul masalahnya salah satu angkanya dikalikan dengan angka yang paling kecil yang bisa dibagi dengan yang lain. Misalnya ; 1/6, 1/8, maka ta’silul masalahnya 24
c.4. Jika pecahan satu sama lain kontradiksi (المباينة), maka ta’silul masalahnya sebagian angkanya dikalikan dengan angka lainnya, sekiranya bisa dibagi dengan angka yang lain. Misalnya : angak 2/3, ¼, maka ta’silul mas’alahnya 4 x 3 = 12
c.1. Jika sama angka pecahannya (المماثلة ), seperti 1/3, 1/3, maka ta’silul masalahnya diambil salah satu, yaitu angka 3
c.2. Jika pecahan satu sama lain saling memasuki ( المداخلة ), , maka ta’silul masalahnya angka yang besar, seperti ½, 1/6, ta’silul masalahnya 6, 1/6 dari 6 = 1, sedangkan ½ dari 6 = 3
c.3. Jika pecahan satu sama lain bersepakat (الـمتوافقة ) maka ta’silul masalahnya salah satu angkanya dikalikan dengan angka yang paling kecil yang bisa dibagi dengan yang lain. Misalnya ; 1/6, 1/8, maka ta’silul masalahnya 24
c.4. Jika pecahan satu sama lain kontradiksi (المباينة), maka ta’silul masalahnya sebagian angkanya dikalikan dengan angka lainnya, sekiranya bisa dibagi dengan angka yang lain. Misalnya : angak 2/3, ¼, maka ta’silul mas’alahnya 4 x 3 = 12
d. Bila sulit memahami bagian [c1-c4], maka bisa
memilih salah satu dari angka 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24 untuk dijadikan angka
pedoman yang bisa dibagi dengan pecahan suku-suku bagian ahli waris dengan
hasil yang bulat.
Misalnya : si A mendapatkan 2/3, si B mendapatkan ¼,
maka angka pokok yang bisa dibagi keduanya bukan 8, tetapi 12 dan setersunya.
Dalam membagi harta waris setelah diketahui ta’silul
masalah dan bagian setiap ahli warisnya, ada tiga cara yang bisa ditempuh.
1. Dengan cara menyebutkan pembagian masing-masing
ahli waris sesuai dengan ta’silul masalahnya, lalu diberikan bagiannya.
Misalnya si mati meninggalkan harta Rp. 120.000 dan meninggalkan ahli waris : isteri, ibu dan paman. Maka ta’silul masalahnya 12, karena isteri mendapatkan 1/4, dan ibu mendapatkan 1/3.
– Isteri mendapatkan /4 dari 12 = 3, sehingga ¼ dari 120.000 = 30.000
– Ibu 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000 = 40.000
– Paman ashabah mendapatkan sisa yaitu 5, maka 120.000 – 30.000 – 40.000 = 50.000
Misalnya si mati meninggalkan harta Rp. 120.000 dan meninggalkan ahli waris : isteri, ibu dan paman. Maka ta’silul masalahnya 12, karena isteri mendapatkan 1/4, dan ibu mendapatkan 1/3.
– Isteri mendapatkan /4 dari 12 = 3, sehingga ¼ dari 120.000 = 30.000
– Ibu 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000 = 40.000
– Paman ashabah mendapatkan sisa yaitu 5, maka 120.000 – 30.000 – 40.000 = 50.000
2. Atau dengan mengalikan bagian setiap ahli waris
dengan jumlah harta waris, kemudian dibagi hasilnya dengan ta’silul mas’alah,
maka akan keluar bagiannya. Contoh seperti di atas, prakterknya.
– Isteri bagiannya 3 x 120.000 = 360.000 : 12 = 30.000
– Ibu bagiannya 4 x 120.000= 480.000 : 12 = 40.000
– Paman bagiannya 5 x 120.000 = 600.000 : 12 = 50.000
– Isteri bagiannya 3 x 120.000 = 360.000 : 12 = 30.000
– Ibu bagiannya 4 x 120.000= 480.000 : 12 = 40.000
– Paman bagiannya 5 x 120.000 = 600.000 : 12 = 50.000
3. Atau membagi jumlah harta waris dengan ta’silul
mas’alah, lalu hasilnya dikalikan dengan bagian ahli waris, maka akan keluar
hasilnya.
Contoh seperti di atas, prkateknya.
-Isteri bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 3 (1/4 dari 12) = 30.000
-Ibu bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 4 (1/3 dari 12) = 40.000
-Paman bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 5 (sisa) = 50.000
Contoh seperti di atas, prkateknya.
-Isteri bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 3 (1/4 dari 12) = 30.000
-Ibu bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 4 (1/3 dari 12) = 40.000
-Paman bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 5 (sisa) = 50.000
CARA MENYELESAIKAN PERBEDAAN ANTARA SUKU BAGIAN DENGAN
TA’SILUL MAS’ALAH
1. Jika bagian tertentu telah dibagikan kepada yang berhak dan tidak ada ashabah, ternyata harta waris masih tersisa, maka sisa tersebut dikembalikan kepda ahli waris selain suami dan isteri.
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan seorang anak perempuan, maka aslul masalah 4, yaitu suami mendapat ¼ = 1, dan anak perempuan mendapatkan ½ = 2. Adapun yang tersisa 1 diberikan kepada anak perempuan
1. Jika bagian tertentu telah dibagikan kepada yang berhak dan tidak ada ashabah, ternyata harta waris masih tersisa, maka sisa tersebut dikembalikan kepda ahli waris selain suami dan isteri.
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan seorang anak perempuan, maka aslul masalah 4, yaitu suami mendapat ¼ = 1, dan anak perempuan mendapatkan ½ = 2. Adapun yang tersisa 1 diberikan kepada anak perempuan
2. Jika suku bagian ahli waris (siham) melebihi
ta’silul mas’alah, hendaknya ditambah (aul).
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan 2 saudari selain ibu. Suami mendapatkan ½ dan saduari 2/3, ta’silul mas’alahnya 6, yang sudah tentu kurang, karena suami mendapatkan 3, dan saudari mendapatkan 4, maka ta’silul mas’alah ditambah 1, sehingga menjadi 7.
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan 2 saudari selain ibu. Suami mendapatkan ½ dan saduari 2/3, ta’silul mas’alahnya 6, yang sudah tentu kurang, karena suami mendapatkan 3, dan saudari mendapatkan 4, maka ta’silul mas’alah ditambah 1, sehingga menjadi 7.
3. Jika suku bagian ahli waris (siham) kurang daripada
ta’silul mas’alahnya, maka dikembalikan kepada ahli warisnya selain suami dan
isteri, namanya : Radd.
Misalnya : Si mati meninggalkan isteri dan seorang anak perempuan. Isteri mendapatkan 1/8, 1 anak perempuan mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 8, yaitu isteri =1, satu anak perempuan = 4 + sisa 3 = 7
Misalnya : Si mati meninggalkan isteri dan seorang anak perempuan. Isteri mendapatkan 1/8, 1 anak perempuan mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 8, yaitu isteri =1, satu anak perempuan = 4 + sisa 3 = 7
4. Jika suku bagian ahli waris (siham) sama
pembagiannya dengan ta’silul mas’alahnya dinamakkan (al-adalah).
Misalnya si mati meninggalkan suami dan satu saudara perempuan. Suami mendapatkan ½, dan seorang saudari mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 2, yaitu suami = 1, dan seorang saudarinya = 1
Misalnya si mati meninggalkan suami dan satu saudara perempuan. Suami mendapatkan ½, dan seorang saudari mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 2, yaitu suami = 1, dan seorang saudarinya = 1
Jika pada waktu pembagian ada anggota keluarga lainnya
yang bukan ahli waris ikut hadir, seperti bibi atau anak yatim, faqir miskin,
maka hendaknya diberi hadiah walaupun sedikit.
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَى
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا
مَعْرُوفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak
yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya)dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”. [An-Nisa : 8]
Demikian sebagian pembahasan yang bisa disajikan
kepada pembaca. Untuk telaah lebih luas, dapat dibaca kitab rujukan di atas dan
kitab fara’idh lainnya.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi khusus
(7-8)/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl.
Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196]
Aplikasi Penghitung Waris
At-Tashil Online
At-Tas-hil, sebuah aplikasi penghitung waris berdasarkan
syariat Islam. Aplikasi ini dibuat untuk membantu umat Islam dalam menghitung
bagian waris berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Software yang dikembangkan
oleh KaisanSOFT dengan bahasa Python ini
dibuat untuk mempermudah umat Islam untuk menerapkan salah satu hukum Islam,
yaitu pembagian harta waris sesuai syariat yang sudah banyak ditinggalkan di
masa ini.
Setelah mengembangkan software penghitung waris
at tashil untuk
desktop, kini KaisanSoft mengembangkan software tersebut agar bisa diakses via
web. Sehingga penghitungan waris dengan At Tashil kini dapat dilakukan dimana saja
secara online.
Cara penggunaannya pun mudah, langkah pertama,
masukkan rincian jumlah ahli waris pada kotak-kotak yang tersedia.
Lalu pada tabel rincian saham akan muncul detail saham
untuk masing-masing ahli waris
Jumlah waris
= total harta waris x jumlah saham / total saham
Misalnya pada contoh diatas dengan asumsi total harta
waris adalah Rp 100.000.000,- maka bagian untuk satu orang anak lelaki adalah:
Jumlah waris
= 100.000.000 x 28 / 40 = 70.000.000
karena anak
lelaki ada 2 orang maka satu orang anak lelaki mendapatkan 70.000.000 / 2
= Rp 35.000.000,-
Jika ingin softwarenya download di sini:




terimakasih.. sangat membantu dalam penghitungan waris
ReplyDelete